Puisi perjuangan karya chairil anwar biography
Finding the Transcendental Beast in Poetic Translations of Chairil Anwar's Aku
E-Journal of Cultural Studies DOAJ Indexed (Since 14 Sep 2015) ISSN 2338-2449 August 2023 Vol. 16, Number 3, Page 23-36 https://ojs.unud.ac.id/index.php/ecs/ FINDING THE TRANSCENDENTAL BEAST IN POETIC TRANSLATIONS OF CHAIRIL ANWAR’S AKU Mochamad Nasrul Chotib1, Arif Subiyanto2, Harits Masduqi3, Herditya Wahyu Widodo4 1 2 3 4 Department of English, Faculty of Letters, Universitas Negeri Malang Correspondence E-mail: mochamad.nasrul.fs@um.ac.id . Received Date Accepted Date Published Date : : : 13-07-2023 27-08-2023 31-08-2023 ABSTRACT This study sets out to present the combined application of qualitative research and a translation method to elucidate the transcendental aspect of Chairil Anwar's poem entitled Aku. The translation process uses the poem’s verbatim format at first, then its interpretation of the content, and finally its inherent ideas by reading behind its lines. The transcending process is achieved through the use of a symbolic beast that permeates the poem’s structure. The beast-symbol has twofold functions in the poem, to say that everything beyond the persona-self is unworthy and thus the persona itself is capable of reaching a more divine place or becoming a higher being. Such a powerful symbol further substantiates the presence of a textual being, a voice of a persona that is inherent within the poem’s structure, and of which function is to express the persona’s wish to transcend into something bigger or higher than himself, which is resembling, if not equal to, a godly being. Keywords: poem’s persona, poetic translation, transcendentalism. INTRODUCTION Poems are some of the oldest arts, with their literary history dating back to the Ancient Greeks (Mays, 2019). Yet despite its apparent antiquity, poems continue to be one of the major literary expressions (Klarer, 1999) and many scholars believe that poetry may be even older than other arts due to its very cl Parafrase "Hukum" Pada kaiian s Angkatan '45 merupakan salah satu periodisasi dalam Sastra Indonesia. Corak sastra angkatan ini lahir sejak bangsa Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942. Corak ini timbul karena adanya reaksi terhadap sastra yang menghamba pada pemerintahan Jepang di Indonesia dan beberapa sastrawan yang tergabung dalam Keimin Bunka Shidosho, yang juga disebut sebagai kacung Jepang. Karya sastra pada angkatan ini bercorak lebih realis dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia. Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis, tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan analisis kejiwaan melalui percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini juga dikenal sebagai karya sastra yang baru karena berhasil meletakkan identitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra angkatan-angkatan sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing. Beberapa sastrawan angkatan 45 antara lain Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, Achdiat Karta Mihardja, Siti Rukiah, Trisno Sumardjo, dan Utuy Tatang Sontani. Chairil Anwar Asrul Sani Rivai Apin Idrus .Hukum(khairil anwar)
Copyright:
Available Formats
Original Title
Copyright
Available Formats
Share this document
Share or Embed Document
Did you find this document useful?
Is this content inappropriate?
Copyright:
Available Formats
Copyright:
Available Formats
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.Bungkuk jalannya - Lesu
Pucat mukanya - Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasaMelecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!Setiap sore, dia berjalan melewati rumahku,
Dengan pakaian tebal berwarna abu-abu,
Seorang yang lelah memikul beban,
Sering kali menahan pukulan.Langkahnya membungkuk karena keletihan,
Wajahnya pucat dan tampak lesu,
Namun orang-orang tetap menyebut namanya dengan bangga,
Mengingat segala kerja keras dan jasa-jasanya.Dia berusaha keras untuk tetap bertahan,
Namun orang-orang berpaling darinya, mereka melihat dia sudah lemah,
Di kejauhan terdengar teriakan penuh semangat: seorang pemuda,
Hari ini membawa sinar harapan yang baru,
Suatu hari nanti, kau akan diakui dan dipahami!Baca artikel detikjatim, "Mengenang 10 Puisi Karya Chairil Anwar"
selengkapnya https://www.detik.com/jatim/budaya/d-7312351/mengenang-10-puisi-karya-chairil-anwar.Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Sastrawan Angkatan 1945
Karya sastra
[sunting | sunting sumber]